UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH SOSIOLOGI BENCANA
Dosen Pengampu : Aris Martiana S.Pd., M.Si. dan Dra. Puji Lestari M.Hum.
Oleh : Vidi M S/18413244012/P.Sosiologi 2018 A
Saya
tinggal di daerah Sleman Yogyakarta dan saya memilih bencana alam Gunung
Meletus yang akan saya analisis, dimana di kabupaten sleman terdapat gunung
berapi yang namanya Gunung Merapi yang sekarang ini mempunyai status siaga III.
Dan berdasar berita terakhir pada 5 April 2021 pada pukul 12.00 WIB hingga
18.00 WIB telah terjadi 53 kali Gempa Guguran.
Gunung
berapi merupakan tonjolan di permukaan bumi yang terjadi akibat keluarnya magma
dari dalam perut bumi melalui lubang kepundan (Ruwanto, 2008). Berdasarkan
kejadiannya, bahaya letusan gunung api dibedakan menjadi dua yaitu yang
pertama, bahaya utama (primer) yakni bahaya
yang langsung terjadi ketika proses peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya
ini adalah awan panas, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan lelehan lava. Yang
kedua, bahaya ikutan (sekunder) bahaya
ikutan letusan gunung berapi adalah bahaya yang terjadi setelah proses
peletusan berlangsung. Apabila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan
material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat
musim hujan tiba sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan
tercipta lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan. Biasanya banjir
tersebut dikenal dengan banjir lahar dingin. Jenis bahaya tersebut
masing-masing mempunyai resiko merusak dan mematikan (Nurjanah dkk, 2011).
Banyak dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya letusan gunung berapi. Baik dampak terhadap kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan maupun dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan. Berikut merupakan dampak yang diakibatkan karena terjadinya letusan gunung berapi menurut Priambodo (2009), yakni :
a. Pencemaran pada udara dengan abu gunung berapi yang mengandung gas seperti Sulfur dioksida, gas Hidrogen sulfide, Nitrogen dioksida serta beberapa partikel lain yang dapat meracuni makhluk hidup di sekitarnya.
b. Terganggunya kegiatan pada perekonomian masyarakat sekitar gunung meletus.
c. Rusaknya infrastruktur dan pemukiman masyarakat sekitar karena material berbahaya seperti lahar dan abu vulkanik panas.
d. Rusaknya lahan pertanian sementara yang dilalui lahar panas dan kebakaran hutan yang mengakibatkan rusaknya ekosistem.
e. Selain dari gas beracun diatas material yang dikeluarkan oleh gunung berapi pun dapat menyebabkan sejumlah penyakit misalnya saja ISPA.
f. Hilangnya wisatawan pencinta alam pada tempat-tempat yang dianggap salah satu destinasi wisata bagi wisatawan pecinta alam.
Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses dinamis, berlanjut, dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penenganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi bencana. Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Bagi masyarakat di kawasan rawan bencana, modal sosial serta kesiap-siagaan untuk tanggap terhadap bencana merupakan hal yang penting. Model penanggulangan bencana dikenal sebagai siklus penanggulangan bencana yang terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi bencana, dan fase pascabencana.
A. Fase Prabencana, dimana dalam pendekatannya dilakukan sebelum bencana tersebut terjadi, hal ini bertujuan untuk membangun masyarakat Indonesia yang tangguh dalam menghadapi ancaman bencana. Tindakan yang disarankan untuk dilakukan dalam tahap fase prabencana ini, yakni :
1. Mengikuti
sosialisasi tentang kebencanaan gunung berapi/gunung meletus yang dilakukan
oleh pemerintah atau LSM atau organisasi terkait
2. Mematuhi
pengumuman dari instansi yang berwenang misalnya dalam penetapan status gunung
berapi
3. Mengenali
dan peka terhadap tanda-tanda terjadinya bencana gunung berapi/gunung meletus,
misalnya turunnya binatang dari puncak gunung, dsb.
4. Mengetahui dan memahami jalur evakuasi.
B. Fase Saat Terjadi Bencana, dimana kegiatan yang dilakukan adalah tanggap darurat bencana dimana sasarannya adalah penyelamatan. Kegiatan utama yang dilakukan yakni berupa pencarian, penyelamatan, dan evakuasi serta pemenuhan kebutuhan dasar berupa papan, sandang, dan pangan. Tindakan yang disarankan untuk dilakukan pada fase saat terjadinya bencana ini, yakni :
1. Menghindari
daerah rawan bencana seperti lereng gunung, daerah lereng lahar, dsb.
2. Mencari
tempat terbuka, serta melindungi diri dari abu letusan dan awan panas serta
mempersiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan
3. Menggunakan
pakaian yang dapat melindungi tubuh seperti baju lengan panjang atau jaket,
celana panjang, topi, masker, dan kacamata
4. Melakukan
evakuasi dan pengungsian ketempat yang lebih aman
5. Mematuhi
pedoman dari pemerintah dan instansi yang berwenang tentang upaya penangulangan
bencana
C. Fase Pascabencana, dimana dalam fase ini aktivitas utama ditargetkan untuk memulihkan kondisi (rehabilitasi) dan pembangunan kembali (rekonstruksi) dalam tata kehidupan dan penghidupan masyarakat untuk menuju kearah yang lebih baik (build back better). Dalam hal ini, tindakan yang disarankan untuk dilakukan pada fase pascabencana, yakni :
1. Menghindari
daerah aliran sungai karena biasanya akan terjadi banjir lahar dingin dan
banyak reruntuhan batu besar
2. Menjauhi
wilayah yang terkena hujan kerikil atau hujan abu
3. Membersihkan
bagian rumah terutama atap dari timbunan abu, karena abu dapat merusak atau
meruntuhkan atap bangunan
4. Menghindari
mengendarai kendaraan di daerah yang terkena hujan abu karena dapat merusak
mesin dari kendaraan tersebut.
Dalam
hal ini modal sosial serta kesiapsiagaan masyarakat untuk tanggap terhadap
bencana merupakan hal yang sangat penting. Salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam penanganan dan manajemen pascabencana adalah modal sosial. Unsur-unsur
modal sosial ini terdiri dari kepercayaan (trust),
jaringan (network), dan kohesivitas (cohesiveness). Modal sosial dalam
berbagai kajian ini dianggap salah satu modal penting di samping modal fisik, modal
insani, modal iptek, dan modal finansial. Faktor trust atau kepercayaan ini sangan penting karena tanpa unsur kepercayaan,
dapat dipastikan fungsi manajemen, baik perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian menjadi tidak optimal. Pemda dengan pemangku
kepentingan serta korban bencana harus saling percaya dalam menjalankan
perannya masing-masing. Dalam ini adanya jaringan
(network) antarorganisasi baik di dalam negeri maupun di luar negri
menjadikan sebuah aksi tanggap menjadi lebih cepat dan lebih optimal. Sebagai contoh,
bantuan yang berupa tenaga manusia, peralatan, barang-barang konsumsi dengan
waktu yang relatif singkat dapat mencapai wilayah bencana. Jaringan komunikasi
melalui sosial media juga menjadikan komunikasi aksi tanggap bencana dan
manajemen pascabencana menjadi lebih cepat terlebih hal ini dilakukan oleh para
public figure. Misalnya salah satu artis selebgram
yang bernama Fadil Jaidi membuka donasi melalui kanal kitabisa.com yang
dapat mengumpulkan bantuan sebesar kurang lebih dua (2) Miliar. Selain itu
kohesivitas (cohesiveness) tercemin
dengan adanya hubungan yang erat dan padu dalam membangun solidaritas
masyarakat. Hal ini sangat diperlukan ketika dalam aksi tanggap bencana dan
pascabencana. Misalnya pada kasus Gempa Bumi Bantul pada tahun 2006 dan adanya
Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, baik masyarakat maupun pemangku
kepentingan saling bahu membahu dalam menolong masyarakat korban bencana. Salah
satu gerakan solidaritas ini bernama Gerakan Jogja Tangguh dimana gerakan ini
sudah berjalan sejak Pasca Gempa Bumi Bantul, yang mana solidaritas ini
didukung oleh berbagai pihak termasuk didalamnya tokoh-tokoh agama dan pihak
kraton.
Komentar
Posting Komentar